Dilarang menjadi plagiat!
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang Masalah
Dasar dari perilaku organisasi positif adalah perwakilan dari cara
berfikir, orientasi nilai, dan bentuk penelitian organisasi. POS berfokus pada
dinamika organisasi yang memimpin kepada perkembangan kekuatan manusia, memacu
vitalitas perkembangan dan kemajuan pekerja/karyawan perusahaan yang
memungkinkan resiliensi dan restorasi, dan mengelola kinerja individu dan
organisasi secara luar biasa. Penekanan pengertian ini sejalan dengan gerakan
baru dalam psikologi yang berubah yang semula dari fokus tradisional yakni beberapa
perihal yang kurang baik seperti deviansi, abnormalitas, dan terapi menjadi
psikologi positif yang berfokus pada kekuatan manusia, kebaikan, pengaruh
positif, dan apa yang membuat hidup menjadi berharga. Ilmu organisasi positif
membahas sisi positif dari kinerja organisasi.
Perilaku organisasi positif
merujuk pada penelitian
dan penerapan yang berorientasi positif kekuatan
sumber daya manusia
dan kapasitas psikologis yang
dapat diukur, dikembangkan, dan
efektif untuk peningkatan kinerja di tempat kerja hari ini. Perilaku organisasi
positif yang terbuka untuk pembangunan dan harus sesuatu yang dapat mengukur,
mengembangkan, dan digunakan untuk meningkatkan kinerja .Seperti inti Perilaku
organisasi positif, termasuk harapan, optimisme, dan ketahanan. Perilaku
organisasi positif dapat
berkontribusi untuk hasil
organisasi yang positif. Sebagai
contoh, harapan, optimisme, dan ketahanan
telah dikaitkan dengan
kepuasan kerja yang lebih
tinggi, kebahagiaan kerja,
dan komitmen organisasi.
Selain itu, karakteristik karyawan
positif seperti optimisme, kebaikan, humor,dan kemurahan hati diharapkan untuk berhubungan dengan prestasi
kerja yang lebih tinggi.
Setiap manusia mempunyai tujuan yang berbeda dalam hidupnya, karena
pengaruh pengetahuan dan pengalamannya yang berbeda. Namun setiap manusia akan
sama dalam satu hal yaitu ingin mempertahankan hidup dan memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Bagi masyarakat pada era industrialisasi sekarang ini, pekerjaan merupakan
suatu aspek kehidupan yang sangat penting. Bagi masyarakat modern bekerja
merupakan suatu tuntutan yang mendasar, baik dalam rangka memperoleh imbalan
berupa uang atau jasa, ataupun dalam rangka mengembangkan dirinya.
1.2. Rumusan
Masalah
Masalah-masalah yang akan di pecahkan dalam makalah ini yaitu sebagai
berikut:
a. Apakah pengertian dari perilaku organisasi positif, psikologi positif,
optimisme, kecerdasan emosi dan efikasi diri?
b. Bagaimana karakteristik perilaku
organisasi positif?
1.3. Tujuan Dan
Manfaat
Tujuan
a. Untuk mengetahui pergertian dari organisasi positif, psikologi positif,
optimisme, kecerdasan emosi dan efikasi diri.
b. Untuk mengetahui karakteristik perilaku organisasi positif.
Manfaat
a. Bagi penulis manfaatnya yakni menambah wawasan serta dapat memahami tentang
perilaku organisasi positif.
b. Bagi mahasiswa, manfaat dibuatnya makalah ini diharapkan dapat digunakan
untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang perilaku organisasi positif.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Perilaku
Organisasi Positif
2.1.1. Pengertian
Perilaku Organisasi Positif
Dasar
dari perilaku organisasi positif atau yang biasa disingkat POS adalah
perwakilan dari cara berfikir, orientasi nilai, dan bentuk penelitian
organisasi. POS berfokus pada dinamika organisasi yang memimpin kepada perkembangan
kekuatan manusia, memacu vitalitas perkembangan dan kemajuan pekerja/karyawan
perusahaan yang memungkinkan resiliensi dan restorasi, dan mengelola kinerja
individu dan organisasi secara luar biasa. Penekanan pengertian ini sejalan
dengan gerakan baru dalam psikologi yang berubah yang semula dari fokus
tradisional yakni beberapa perihal yang kurang baik seperti deviansi,
abnormalitas, dan terapi menjadi psikologi positif yang berfokus pada kekuatan
manusia, kebaikan, pengaruh positif, dan apa yang membuat hidup menjadi
berharga. Ilmu organisasi positif membahas sisi positif dari kinerja
organisasi.
Perilaku organisasi
positif merujuk pada
penelitian dan penerapan yang berorientasi positif kekuatan
sumber daya manusia
dan kapasitas psikologis yang
dapat diukur, dikembangkan, dan
efektif untuk peningkatan kinerja di tempat kerja hari ini. Perilaku organisasi
positif yang terbuka untuk pembangunan dan harus sesuatu yang dapat mengukur,
mengembangkan, dan digunakan untuk meningkatkan kinerja .Seperti inti Perilaku
organisasi positif, termasuk harapan, optimisme, dan ketahanan. Perilaku
organisasi positif dapat
berkontribusi untuk hasil
organisasi yang positif. Sebagai
contoh, harapan, optimisme, dan ketahanan
telah dikaitkan dengan
kepuasan kerja yang lebih
tinggi, kebahagiaan kerja,
dan komitmen organisasi.
Selain itu, karakteristik karyawan
positif seperti optimisme, kebaikan, humor,dan kemurahan hati diharapkan untuk berhubungan dengan prestasi
kerja yang lebih tinggi.[1]
Karakteristik
Perilaku Organisasi adalah :
a. Perilaku
Fokus dari perilaku
keorganisasian adalah perilaku individu dalam organisasi, oleh karenanya harus
mampu memahami perilaku berbagai individu dan organisasi.
b. Struktur
Berkaitan dengan hubungan
yang bersifat tetap dalam organisasi,bagaimana suatu pekerjaan dalam organisasi
tersebut dirancang, dan bagaimana
pekerjaan diatur. Struktur organisasi berpengaruh besar terhadap perilaku
individu atau orang dalamorganisasi serta efektifitas organisasi.
c. Proses
Proses organisasi
berkaitan dengan interaksi yang terjadi antara anggota organisasi. Proses
organisasi meliputi : komunikasi,kepemimpinan, proses pengambilan keputusan dan
kekuasaan. Salah satu pertimbangan utama dalam merancang struktur organisasi
adalah agar berbagai proses tersebut dapat berjalansecara efektif dan efisien.
Tujuan
mempelajari perilaku organisasi :
a. Memahami
perilaku yang terjadi dalam organisasi.
b. Dapat
meramalkan kejadian-kejadian yang terjadi.
c. Dapat
mengendalikan perilaku-perilaku yang terjadi dalam organisasi
Psikologi positif dimulai dengan mengubah penekanan dari hal yang tidak berharga dalam hidup menjadi studi dan pemahaman terbaik dalam hidup. Tujuan psikologi positif adalah menggunakan metodologi ilmiah untuk menemukan
dan mempromosikan faktor-faktor
yang memungkinkan individu, kelompok,
organisasi
dan komunitas berkembang. Hal ini berhubungan
dengan memfungsikan
manusia secara optimal,
bukannya menfungsikan
manusia patologis.
Tiga tingkat psikologi
positif menurut Seligman dan Csikszentnihalyi
adalah:
a. Pengalaman
subyektif
yang berharga. Perlakuan yang baik,
kesenangan hati, kepuasan (di masa lalu), harapandan optimisme (untuk masa depan), dan kelancaran serta
kebahagiaan
(sekarang).
b. Karakter individu yang positif. Kapasitas untuk
mencintai dan bekerja, keberanian, keahlian interpersonal, sensitifitas,
sensibilitas estetika dan daya tahan memaafkan orisinalitas, pemikiran kedepan
spiritualitas, talenta tinggi,
dan kebijaksanaan.
c. Kepentingan dan institusi umum yang membuat individu menjadi warga negara yang
lebih baik. Tanggung
jawab, pemeliharaan, altruisme, kewarganegaraan, moderat, toleransi dan
etika kerja.
Tujuan yang sangat positif tersebut jelas mempunyai implikasi bukan hanya terapi pendidikan kehidupan keluarga dan masyarakat, tetapi juga untuk kehidupan dan perilaku organisasi,
psikologi tidak sekedar
memperbaiki apa yang salah.
2.2. Kriteria Perilaku Organisasi Positif
2.2.1. Optimisme
Psikologi memperlakukan optimisme
sebagai karakteristik yang berkenaan dengan harapan atas hasil akhir positif.
Dampak positif dari optimisme terhadap kesehatan fisik dan psikologis,
karakteristik ketekunan, prestasi, dan motivasi yang menyebabkan keberhasilan
akademis, olahraga, politik, dan pekerjaan. Di sisi lain, optimisme juga dapat
mengalami kemunduran, disfungsi, dan kerugian.
Optimisme juga sering digunakan dalam
hubungannya dengan konstruksi positif lainya seperti kecerdasan
emosi. Misalnya memberikan
perhatian terhadap peranan
optimisme mengenai kecerdasan emosi yang bahkan merujuk optimisme
sebagai sikap kecerdasan emosi.
Optimisme oleh kebanyakan psikologi
diperlakukan sebagai perbedaan sifat manusia dan atau individu.
2.2.1.1. Optimisme
Sebagai Sifat Manusia
Filsuf
Sophocles dan Nietzsche serta psikolog Freud,
Allport, Erikson, dan Menninger
secara umum berfikir negatif tentang optimisme. Bahwa optimisme adalah sebagian
besar dari ilusi dan bahwa persepsi yang lebih akurat dari fakta yang sulit
merupakan hal yang lebih kondusif untuk fungsi psikologis yang sehat.
2.2.1.2.
Optimisme Sebagai Perbedaan Individu
Psikologi
modern yang memperlakukan optimisme sebagai kostruksi psikologis sebagai
perbedaan individu yang menjelaskan bahwa setiap individu memiliki optimisme
yang berbeda-beda.
Atribusi
kausal atau gaya penjelasan (explanatory style) yang cenderung ditemukan pada
orang pesimis dan optimis dalam menginterpretasikan segala kejadian yang
terjadi. Orang pesimis membuat atribusi kausal (kesalahan mereka sendiri),
stabil (akan berlangsung lama), dan global (akan menetukan apa yang mereka
lakukan) orang optimis membuat atribusi eksternal (bukan kesalahan mereka),
tidak stabil (kemunduran temporer), dan spesifik (bermasalah hanya dalam
situasi kejadian).
2.2.1.3.
Aspek Positif Optimisme
Optimisme
bukan lagi diragukan sebelumnya bahwa optimisme merupakan perihal dimotivasi
atau memotivasi, memiliki karakteristik ketekunan, pencapaian dan kesehatan,
memiliki lingkungan kerja dan seterusnya merupakan pertimbangan untuk optimisme
menjadi kekuatan positif dalam dunia kerja. Orang yang optimis mempunyai
motivasi untuk bekerja keras, lebih puas, dan mempunyai semangat tinggi dan
memperluas tujuan, tekun menghadapai tantangan dan kesulitan, dan membuat
atribusi dari kegagalan seseorang dimana atribusi bukan karena ketidakmampuan
pribadi tetapi sebagai suatu kejadian unik, serta cenderung merasa nyaman dan
kuat secara fisik dan mental.
2.2.2.
Harapan
Dalam gerakan psikologi
positif, optimisme mendapatkan banyak perhatian, tetapi lebih merupakan konsep
sentral dalam harapan POB. Akan tetapi dalam psikologi positif, harapan
memiliki arti spesifik. Dalam psikologi klinis harapan digambarkan sebagai
konstruksi dimensi tunggal yang mencakup keseluruhan persepsi bahwa seseorang
dapat mencapai tujuannya meskipun belum menjadi bagian utama dalam buku
perilaku organisasi, harapan sesuai dengan kriteria POB.
C. Rick Snyder dan
rekan selama beberapa dekade mengembangkan “Skala Harapan” dengan penjelasan “Mengejar tujuan dengan
penuh semangat” dan “Ada banyak jalan keluar bagi setiap masalah”mendefinisikan
harapan bidimensional yang digunakan secara luas dalam psikologi positif
sebagai “keadaan motivasi positif yang didasarkan pada rasa keberhasilan yang
mencakup:
a. Agensi
(energi terarah pada tujuan)
b. Jalan
(rencana mencapai tujuan).
Dampak positif dari
harapan berhubungan dengan akademis, olahraga, dan kesehatan fisik dan mental.
Harapan memiliki dampak positif terhadap proses wirausaha. Studi dengan hasil
survei menemukan indikasi bahwa harapan punya dampak positif yang kuat di
tempat kerja maupun di luar tempat kerja. Dalam manajemen sumber daya manusia,
harapan memainkan peranan penting dalam proses seleksi, terutama untuk jenis
pekerjaan tertentu. Dipelajari dan dapat berubah, harapan dapat ditingkatkan dengan
pelatihan dan pengembangan untuk meningkatkan kinerja dan retensi karyawan yang
berharga bagi perusahaan.
2.2.3.
Kebahagiaan
Kebahagiaan
didefinisikan sebagai sisi afektif seseorang (suasana hati dan emosi) dan
evaluasi kehidupan mereka. Kebahagiaan juga banyak dikenal dalam psikologi
positif.
Komponen-komponen kebahagiaan dapat
diidentifikasi melalui:
a. Kepuasan
hidup. Penilaian global mengenai kehidupan seseorang.
b. Kepuasan
dengan domain yang penting. Contohnya mencangkup kepuasan kerja.
c. Pengaruh
positif. Pengalaman
emosi dan suasana hati yang menyenangkan.
d. Level pengaruh negatif yang rendah. Pengalaman emosi dan suasana hati yang sedikit tidak
menyenangkan.
Selain
optimisme dalam psikologi positif serta istilah harapan yang umum digunakan,
teori dan penelitian psikologi lebih menyukai penggunaan istilah yang lebih
tepat dan didefinisikan secara operasional, yakni subjective well-being atau SWB
bukannya kebahagiaan yang dimana penggunaan SWB lebih ilmiah untuk
mengistilahkan kebahagiaan.
Definisi
dari SWB adalah sisi afektif seseorang (suasana hati dan emosi) dan evaluasi
kognitif kehidupan mereka. Yang menggambarkan bagaimana mereka secara emosional
menginterpretasikan dan secara kognitif memproses kejadian.
2.2.3.1.
Latar belakang SWB
Sebagai
bagian yang termasuk kriteria POB, SWB didasari dari kehidupan sosial yang
mencerminkan kecenderungan akan apa yang membuat orang bahagia. Penelitian mendapatkan bahwa hampir setiap
orang menilai kabahagiaan lebih dari uang dan lebih mendasari pada proses yang
mendasari kepuasan dalam hidup.
Diener
dan rekan dalam penelitiannya mengidentifikasikan komponen-komponen untuk
mengenali sifat komperehensif SWB Sebagai berikut :
-
Kepuasan Hidup.
Penilaian global mengenai kehidupan seseorang
-
Kepuasan dengan
domain yang penting. (contoh: kepuasan kerja)
-
Pengaruh
positif. pengalaman emosi dan suasana hati yang menyenangkan
-
Level pengaruh
negativf yang rendah. Pengalaman emosi dan suasana hati yang sedikit tidak
menyenangkan.
2.2.3.2.
Temperamen dan Disposisi Kepribadian
Kepribadian
telah menjadi prediktor yang paling kuat dan konsisten pada SWB. Terdapat
beberapa bukti predisposisi temperamen untuk SWB yakni beberapa orang mungkin
punya kecenderungan genetik untuk menjdi bahagia atau tidak bahagia setelah
perjuangan panjang. Ciri kepribadian disposisi seperti ekstroversi yang
ternyata berhubungan dengan SWB positif dan neurotisisme berhubungan dengan SWB
negatif. Selain ciri kepribadian ekstraversi meta analisis terbaru menemukan
bahwa sifat menyenangkan juga memprediksikan SWB dengan kata lain pengaruh ciri
kepribadian pada SWB mungkin berhubungan dengan lingkungan dan situasi tertentu
di mana individu berada.
2.2.3.3.
Peranan Tujuan
Penelitian
mengenai SWB berhubungan dengan proses tujuan. Studi yang berimplikasi pada
tempat kerja menemukan bahwa kemajuan dalam mencapai tujuan berhubungan dengan
SWB dan memiliki sumber daya yang mendukung tujuan penting seseorang merupakan
prediktor SWB yang lebih baik daripada memeiliki sumber daya yang kurang
berhubungan dengan tujuan penting.
Seperti
kebahagiaan, daya tahan, prestasi, dan kesehatan. Dalam psikologi positif,
penelitian dan pembentukan teori pun bergeser dari apa yang buruk untuk
seseorang misalnya, ketidakberdayaan, pesimisme, dan depresi menjadi apa yang
baik untuk seseorang yakni optimism, kesehatan, dan sukses.
Seseorang
akan merasa lebih baik saat membuat kemajuan terhadap tujuan yang sangat
berharga daripada saat mereka berhasil mencapai tujuan yang kurang berharga.
Cita-cita yang terlalu tinggi atau rendah mengganggu SWB yakni kecemasan pada
hasil yang kurang baik atau buruk dan kebosanan pada hasil yang terlalu rendah.
Dengan kata lain, seseorang dengan hanya mempunyai tujuan dan sumber daya untuk
mengejar tujuan tersebut tidaklah cukup untuk menjamin kebahagiaan atau SWB.
2.2.3.4.
Adaptasi dan Coping
Aliran
ketiga dari penelitian mengenai SWB adalah adaptasi dan coping. Bahwa setiap
orang beradaptasi dengan berbagai kondisi dengan cepat meskipun orang cenderung
bereaksi keras terhadap kejadian baik atau buruk meski tergantung pada
disposisi kepribadian mereka, mereka setiap waktu cenderung beradaptasi setiap
waktu dan kembali pada tingkat SWB yang semula.
Strategi
coping lebih proaktif daripada adaptasi dan beberapa strategi ternyata lebih
efektif dimana berfokus pada masalah dan berhubungan dengan SWB positif.
Diener
dan rekan menekankan bahwa memungkinkan hanya satu dari ketiga proses SWB yang
diperlukan akan tetapi satu proses saja tidaklah cukup dimana proses disposisi
kepribadian/genetika, tujuan, dan adaptasi/coping adalah saling melengkapi satu
sama lain dan perlu diintegrasikan.
2.2.3.5.
SWB Antar Budaya
SWB
telah menyentuh maslah antarbudaya berbeda dengan konstruksi psikologi postif
dan POB lainnya. Beberapa penemuan yang menarik dari sejumlah negara bahwa :
a.
Negara lebih
kaya memiliki tingkat SWB lebih tinggi.
b.
Beberapa negara
memiliki tingkat SWB yang tinggi dan rendah bahkan setelah variabel pendapatan
dikontrol.
c.
Jepang mempunyai
pendapatan tinggi tetapi SWB relatif rendah
d.
Negara
berkembang dalam berbagai survey seperti China, India dan Nigeria tidak
menunjukkan respons SWB rendah yang ditemukan dalam studi sebelumnya.
e.
Niliai SWB tidak
meningkat selama bertahun-tahun di Negara yang telah disurvei secara berulang
meskipun pendapatan meningkat pesat di Negara tersebut
f.
Berbagai
variabel seperti penghargaan diri, referensi orang lain, pernikahan, dan
dukungan sosial memiliki korelasi yang berbeda-beda dengan SWB tegantung jenis
budaya negara
2.2.3.6.
SWB di Tempat Kerja
Meski
tidak termasuk dalam buku perilaku organisasi, pembahasan SWB secara khusus
menyatakan pekerjaan dan tempat kerja sebagai salah satu domainnya dimana
secara khusus SWB berkorelasi langsung dengan kepuasan kerja pada kepuasan
hidup. Ditemukan bahwa SWB merupaka prediktor kepuasan kerja yang signifikan
akan tetapi kepuasan kerja bukan prediktor SWB. Dengan demikian, diketahui
bahwa orang yang puas dengan kehidupan mereka cenderung lebih puas dalam
pekerjaan mereka.
Selain
kepuasan kerja, pengangguran juga memperngaruhi. Studi statistik selama
bertahun-tahun mengindikasikan bahwa secara khusus, pengangguran menyebabkan
SWB rendah.
2.2.4.
Kecerdasan Emosi
Meskipun tidak secara langsung
berhubungan dengan perilaku organisasi positif seperti optimisme, harapan, SWB,
dan reseliensi, kecerdasan emosi semakin popular dan memenuhi kriteria untuk
POB. Dimana kecerdasan emosi merupakan dua komponen yanki kecerdasan dan emosi.
Kombinasi sinergi dua komponen ini menjadi konstruksi yang kuat dan positif
untuk pemahaman dan aplikasi dalam perilaku organisasi.
2.2.4.1. Peran Emosi
Emosi memiiliki peranan penting dalam psikologi,
dimana emosi selama bertahun-tahun menjadi variabel utama dalam studi
psikologi. Emosi adalah bagaimana orang merasakan sesuatu. Perasaan emosional
tersebut ditujukan pada seseorang atau sesuatu, dan tidak seluas istilah
perasaan positif dan perasaan negatif mengenai kepribadian, serta lebih kuat
dan spesifik dibandingkan istilah suasana hati.
Emosi merupakan reaksi terhadap sebuah objek dan
bukan trait. Emosi ditujukan pada objek khusus berbeda dengan suasana hati yang
reaksinya tidak diarahkan pada objek. Emosi dapat berubah menjadi suasana hati
saat kehilangan fokus pada objek kontekstual.
Kecerdasan memainkan peranan utama dalam psikolog,
tetapi peranannya kecil dan hampir tidak ada dalam perilaku organisasi. Ratusan
tahun lalu Alfred Binet menciptakan tes tertulis untuk mengukur intelligence
quotient (IQ) pelajar di Paris yang kemudian oleh militer US menggunakan tes IQ
sebagai proses rekruitmen hingga saat ini digunakan secara luas di sekolah dan
bisnis. IQ di asumsikan sebagai kemampuan bawaan sejak lahir dan menjadi
prediktor keberhasilan pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan.
2.2.4.3.Pengertian Kecerdasan Emosi
Peranan penting emosi dalam psikologi dan kecerdasan
oleh Gardner merupakan titik awal kemunculan kecerdasan emosi. Pada awal
1990-an Peter Salovey dan John Mayer mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai “subset kecerdasan sosial yang mencakup
kemampuan untuk memonitor perasaan dan emosi diri sendiri dan orang lain,
membedakan emosi dan perasaan, dan menggunakan informasi tersebut untuk
menuntun pemikiran dan tindakan” yang berorientasi pada teori dan
penelitian. Tidak jauh berbeda dengan psikolog/jurnalis Daniel Goleman yang
mendefinisikan kecerdasan emosional dengan pendekatan aplikasi popular bahwa
kecerdasan emosional sebagai “kapasitas
untuk mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, untuk memotivasi diri,
dan untuk mengelola emosi diri sendiri dalam hubungannya dengan orang lain”.
2.2.5.
Percaya Diri Atau
Efikasi Diri
Efikasi diri bersifat karakter, karena
ia ditunjukan untuk tugas spesifik dan dapat dilatih
dan dikembangkan.
Proses efikasi diri mempengaruhi fungsi manusia bukan hanya secara langsung. Tetapi juga mempunya pengaruh
tidak
langsung terhadap faktor
lain.
Secara
langsung proses efikasi
diri mulai sebelum individu memilih pilihan mereka dan mengawali
usaha
mereka. Yang pertama, orang cenderung mempertimbangkan, mengevaluasi, dan mengintegrasikan informasi mengenai kapabilitas yang
dirasakan. Langkah awal dari proses tersebut tidak begitu berhubungan dengan kemampuan atau sumber
individu, tetapi lebih pada
bagaimana
mereka menilai atau meyakini
bahwa mereka dapat menggunakan kemampuan dan sumber
mereka untuk menyelesaikan tugas yang diberikan.
Selanjutnya, evaluasi atau presepsi menghasilkan harapan atas efikasi personal
yang pada gilirannya menentukan :
1. Keputusan untuk menampilkan tugas tertentu dalam
konteks ini
2. Sejumlah
usaha yang akan dilakukan untuk menyelesaikan tugas.
3. Tingkat
daya tahan yang akan muncul (selain masalah), tidak sesuai dengan bukti dan
kesulitan yang dihadapai.
Efikasi
diri secara langsung mempengaruhi :
a. Pemilihan perilaku.
(Misalnya dibuat berdasarkan
bagaimana efikasi yang dirasakan seseorang terhadap pilihan
seperti tugas pekerjaan atau bidang karir).
b. Usaha
motivasi. (Misalnya orang mencoba lebih keras dan berusaha melakukan tugas
dimana efikasi diri mereka lebih tinggi daripada mereka yang memiliki efikasi
rendah).
c. Daya
tahan (Misalnya orang dengan efikasi diri tinggi akan bangkit, bertahan saat
menghadapi masalah atau kegagalan, sementara orang dengan efikasi diri rendah
cenderung menyerah saat muncul rintangan).
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Dasar
dari perilaku organisasi positif atau yang biasa disingkat POS adalah
perwakilan dari cara berfikir, orientasi nilai, dan bentuk penelitian
organisasi. POS berfokus pada dinamika organisasi yang memimpin kepada
perkembangan kekuatan manusia, memacu vitalitas perkembangan dan kemajuan
pekerja/karyawan perusahaan yang memungkinkan resiliensi dan restorasi, dan
mengelola kinerja individu dan organisasi secara luar biasa. Penekanan
pengertian ini sejalan dengan gerakan baru dalam psikologi yang berubah yang
semula dari fokus
tradisional yakni beberapa perihal yang kurang baik seperti deviansi,
abnormalitas, dan terapi menjadi psikologi positif yang berfokus pada kekuatan
manusia, kebaikan, pengaruh positif, dan apa yang membuat hidup menjadi
berharga. Ilmu organisasi positif membahas sisi positif dari kinerja
organisasi.
Psikologi positif dimulai dengan mengubah penekanan dari hal yang tidak berharga dalam hidup menjadi studi dan pemahaman terbaik dalam hidup. Tujuan psikologi positif adalah menggunakan metodologi ilmiah untuk menemukan
dan mempromosikan faktor-faktor
yang memungkinkan individu, kelompok,
organisasi
dan komunitas berkembang. Hal ini berhubungan
dengan memfungsikan
manusia secara optimal,
bukannya menfungsikan
manusia patologis.
Kriteria
Perilaku Organisasi Positif :
a. Optimisme
b. Harapan
c. Kebahagian
d. Kecerdasan
Emosi
e.
Percaya Diri Atau
Efikasi Diri
DAFTAR PUSTAKA
https://tengakarta.files.wordpress.com/
Diakses pada 7 November 2016, pukul 17:56
Seligman, Martin, Flourish: A
Visionary New Understanding of Happiness and Well-Being, (New York: 2011)
[1] Debra
L.Nelson & Cary L.Cooper, Positive Organizational Behavior, Sage,
California: 2007, hal. 3.
[2] Martin
Seligman, Flourish: A Visionary New Understanding of Happiness and
Well-Being, (New York: 2011) hal : 5
[3]https://tengakarta.files.wordpress.com/
Diakses pada 7 November 2016, pukul 17:56
Tidak ada komentar:
Posting Komentar