Senin, 27 Februari 2017

Perilaku Organisasi Positif

Dilarang menjadi plagiat!

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang Masalah
Dasar dari perilaku organisasi positif adalah perwakilan dari cara berfikir, orientasi nilai, dan bentuk penelitian organisasi. POS berfokus pada dinamika organisasi yang memimpin kepada perkembangan kekuatan manusia, memacu vitalitas perkembangan dan kemajuan pekerja/karyawan perusahaan yang memungkinkan resiliensi dan restorasi, dan mengelola kinerja individu dan organisasi secara luar biasa. Penekanan pengertian ini sejalan dengan gerakan baru dalam psikologi yang berubah yang semula dari fokus tradisional yakni beberapa perihal yang kurang baik seperti deviansi, abnormalitas, dan terapi menjadi psikologi positif yang berfokus pada kekuatan manusia, kebaikan, pengaruh positif, dan apa yang membuat hidup menjadi berharga. Ilmu organisasi positif membahas sisi positif dari kinerja organisasi.
Perilaku  organisasi  positif  merujuk  pada  penelitian  dan  penerapan yang  berorientasi positif   kekuatan   sumber   daya   manusia   dan kapasitas   psikologis   yang   dapat   diukur, dikembangkan, dan efektif untuk peningkatan kinerja di tempat kerja hari ini. Perilaku organisasi positif yang terbuka untuk pembangunan dan harus sesuatu yang dapat mengukur, mengembangkan, dan digunakan untuk meningkatkan kinerja .Seperti inti Perilaku organisasi positif, termasuk harapan, optimisme, dan ketahanan. Perilaku organisasi positif   dapat berkontribusi  untuk  hasil  organisasi yang  positif.  Sebagai  contoh, harapan,  optimisme,  dan ketahanan  telah  dikaitkan  dengan  kepuasan kerja  yang  lebih  tinggi,  kebahagiaan  kerja,  dan komitmen organisasi. Selain itu, karakteristik karyawan positif seperti optimisme, kebaikan, humor,dan kemurahan hati diharapkan untuk berhubungan dengan prestasi  kerja  yang lebih tinggi.
Setiap manusia mempunyai tujuan yang berbeda dalam hidupnya, karena pengaruh pengetahuan dan pengalamannya yang berbeda. Namun setiap manusia akan sama dalam satu hal yaitu ingin mempertahankan hidup dan memenuhi kebutuhan hidupnya.
Bagi masyarakat pada era industrialisasi sekarang ini, pekerjaan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat penting. Bagi masyarakat modern bekerja merupakan suatu tuntutan yang mendasar, baik dalam rangka memperoleh imbalan berupa uang atau jasa, ataupun dalam rangka mengembangkan dirinya.

1.2.      Rumusan Masalah
Masalah-masalah yang akan di pecahkan dalam makalah ini yaitu sebagai berikut:
a.       Apakah pengertian dari perilaku organisasi positif, psikologi positif, optimisme, kecerdasan emosi dan efikasi diri?
b.      Bagaimana  karakteristik perilaku organisasi positif?
1.3.      Tujuan Dan Manfaat
Tujuan
a.       Untuk mengetahui pergertian dari organisasi positif, psikologi positif, optimisme, kecerdasan emosi dan efikasi diri.
b.      Untuk mengetahui karakteristik perilaku organisasi positif.
Manfaat
a.       Bagi penulis manfaatnya yakni menambah wawasan serta dapat memahami tentang perilaku organisasi positif.
b.      Bagi mahasiswa, manfaat dibuatnya makalah ini diharapkan dapat digunakan untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang perilaku organisasi positif.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1.      Perilaku Organisasi Positif
2.1.1.      Pengertian Perilaku Organisasi Positif
Dasar dari perilaku organisasi positif atau yang biasa disingkat POS adalah perwakilan dari cara berfikir, orientasi nilai, dan bentuk penelitian organisasi. POS berfokus pada dinamika organisasi yang memimpin kepada perkembangan kekuatan manusia, memacu vitalitas perkembangan dan kemajuan pekerja/karyawan perusahaan yang memungkinkan resiliensi dan restorasi, dan mengelola kinerja individu dan organisasi secara luar biasa. Penekanan pengertian ini sejalan dengan gerakan baru dalam psikologi yang berubah yang semula dari fokus tradisional yakni beberapa perihal yang kurang baik seperti deviansi, abnormalitas, dan terapi menjadi psikologi positif yang berfokus pada kekuatan manusia, kebaikan, pengaruh positif, dan apa yang membuat hidup menjadi berharga. Ilmu organisasi positif membahas sisi positif dari kinerja organisasi.
Perilaku  organisasi  positif  merujuk  pada  penelitian  dan  penerapan yang  berorientasi positif   kekuatan   sumber   daya   manusia   dan kapasitas   psikologis   yang   dapat   diukur, dikembangkan, dan efektif untuk peningkatan kinerja di tempat kerja hari ini. Perilaku organisasi positif yang terbuka untuk pembangunan dan harus sesuatu yang dapat mengukur, mengembangkan, dan digunakan untuk meningkatkan kinerja .Seperti inti Perilaku organisasi positif, termasuk harapan, optimisme, dan ketahanan. Perilaku organisasi positif   dapat berkontribusi  untuk  hasil  organisasi yang  positif.  Sebagai  contoh, harapan,  optimisme,  dan ketahanan  telah  dikaitkan  dengan  kepuasan kerja  yang  lebih  tinggi,  kebahagiaan  kerja,  dan komitmen organisasi. Selain itu, karakteristik karyawan positif seperti optimisme, kebaikan, humor,dan kemurahan hati diharapkan untuk berhubungan dengan prestasi  kerja  yang lebih tinggi.[1]
Karakteristik Perilaku Organisasi adalah :
a.       Perilaku
Fokus dari perilaku keorganisasian adalah perilaku individu dalam organisasi, oleh karenanya harus mampu memahami perilaku berbagai individu dan organisasi.
b.      Struktur
Berkaitan dengan hubungan yang bersifat tetap dalam organisasi,bagaimana suatu pekerjaan dalam organisasi tersebut  dirancang, dan bagaimana pekerjaan diatur. Struktur organisasi berpengaruh besar terhadap perilaku individu atau orang dalamorganisasi serta efektifitas organisasi.
c.       Proses
Proses organisasi berkaitan dengan interaksi yang terjadi antara anggota organisasi. Proses organisasi meliputi : komunikasi,kepemimpinan, proses pengambilan keputusan dan kekuasaan. Salah satu pertimbangan utama dalam merancang struktur organisasi adalah agar berbagai proses tersebut dapat berjalansecara efektif dan efisien.

Tujuan mempelajari perilaku organisasi :
a.       Memahami perilaku yang terjadi dalam organisasi.
b.      Dapat meramalkan kejadian-kejadian yang terjadi.
c.       Dapat mengendalikan perilaku-perilaku yang terjadi dalam organisasi


2.1.2.      Psikologi Positif[2]
Psikologi positif dimulai dengan mengubah penekanan dari hal yang tidak berharga dalam hidup menjadi studi dan pemahaman terbaik dalam hidup. Tujuan psikologi positif adalah menggunakan metodologi ilmiah untuk menemukan dan mempromosikan faktor-faktor  yang memungkinkan individu, kelompok, organisasi dan komunitas berkembang. Hal ini berhubungan dengan memfungsikan manusia secara optimal, bukannya menfungsikan manusia patologis.
Tiga tingkat psikologi positif menurut Seligman dan Csikszentnihalyi adalah:
a.       Pengalaman  subyektif  yang  berharga.  Perlakuan  yang  baik,  kesenangan  hati, kepuasan  (di masa lalu), harapandan optimisme (untuk masa depan), dan kelancaran serta kebahagiaan (sekarang).
b.      Karakte individu   yang   positif.   Kapasita untuk   mencinta da bekerja, keberanian, keahlian interpersonal, sensitifitas, sensibilitas estetika dan daya tahan memaafkan orisinalitas, pemikiran kedepan spiritualitas, talenta tinggi, dan kebijaksanaan.
c.       Kepentingan dan institusi umum yang membuat individu menjadi warga negara yang lebih baik. Tanggung jawab, pemeliharaan, altruisme, kewarganegaraan, moderat, toleransi dan etika kerja.
Tujuan yang sangat positif tersebut jelas mempunyai implikasi bukan hanya terapi pendidikan kehidupan keluarga dan masyarakat, tetapi juga untuk kehidupan dan perilaku organisasi, psikologi tidak sekedar memperbaiki apa yang salah.

2.2.      Kriteria Perilaku Organisasi Positif
2.2.1.      Optimisme
Psikologi memperlakukan optimisme sebagai karakteristik yang berkenaan dengan harapan atas hasil akhir positif. Dampak positif dari optimisme terhadap kesehatan fisik dan psikologis, karakteristik ketekunan, prestasi, dan motivasi yang menyebabkan keberhasilan akademis, olahraga, politik, dan pekerjaan. Di sisi lain, optimisme juga dapat mengalami kemunduran, disfungsi, dan kerugian.
Optimisme juga sering digunakan dalam hubungannya dengan konstruksi positif lainya seperti   kecerdasan   emosi.   Misalnya  memberikan   perhatian   terhadap   peranan   optimisme mengenai kecerdasan emosi yang bahkan merujuk optimisme sebagai sikap kecerdasan emosi.
Optimisme oleh kebanyakan psikologi diperlakukan sebagai perbedaan sifat manusia dan atau individu.
2.2.1.1. Optimisme Sebagai Sifat Manusia
Filsuf Sophocles dan Nietzsche serta psikolog Freud, Allport, Erikson, dan Menninger secara umum berfikir negatif tentang optimisme. Bahwa optimisme adalah sebagian besar dari ilusi dan bahwa persepsi yang lebih akurat dari fakta yang sulit merupakan hal yang lebih kondusif untuk fungsi psikologis yang sehat.
2.2.1.2. Optimisme Sebagai Perbedaan Individu
Psikologi modern yang memperlakukan optimisme sebagai kostruksi psikologis sebagai perbedaan individu yang menjelaskan bahwa setiap individu memiliki optimisme yang berbeda-beda.
Atribusi kausal atau gaya penjelasan (explanatory style) yang cenderung ditemukan pada orang pesimis dan optimis dalam menginterpretasikan segala kejadian yang terjadi. Orang pesimis membuat atribusi kausal (kesalahan mereka sendiri), stabil (akan berlangsung lama), dan global (akan menetukan apa yang mereka lakukan) orang optimis membuat atribusi eksternal (bukan kesalahan mereka), tidak stabil (kemunduran temporer), dan spesifik (bermasalah hanya dalam situasi kejadian).
2.2.1.3. Aspek Positif Optimisme
Optimisme bukan lagi diragukan sebelumnya bahwa optimisme merupakan perihal dimotivasi atau memotivasi, memiliki karakteristik ketekunan, pencapaian dan kesehatan, memiliki lingkungan kerja dan seterusnya merupakan pertimbangan untuk optimisme menjadi kekuatan positif dalam dunia kerja. Orang yang optimis mempunyai motivasi untuk bekerja keras, lebih puas, dan mempunyai semangat tinggi dan memperluas tujuan, tekun menghadapai tantangan dan kesulitan, dan membuat atribusi dari kegagalan seseorang dimana atribusi bukan karena ketidakmampuan pribadi tetapi sebagai suatu kejadian unik, serta cenderung merasa nyaman dan kuat secara fisik dan mental.

2.2.2.      Harapan
Dalam gerakan psikologi positif, optimisme mendapatkan banyak perhatian, tetapi lebih merupakan konsep sentral dalam harapan POB. Akan tetapi dalam psikologi positif, harapan memiliki arti spesifik. Dalam psikologi klinis harapan digambarkan sebagai konstruksi dimensi tunggal yang mencakup keseluruhan persepsi bahwa seseorang dapat mencapai tujuannya meskipun belum menjadi bagian utama dalam buku perilaku organisasi, harapan sesuai dengan kriteria POB.
C. Rick Snyder dan rekan selama beberapa dekade mengembangkan “Skala Harapan”  dengan penjelasan “Mengejar tujuan dengan penuh semangat” dan “Ada banyak jalan keluar bagi setiap masalah”mendefinisikan harapan bidimensional yang digunakan secara luas dalam psikologi positif sebagai “keadaan motivasi positif yang didasarkan pada rasa keberhasilan yang mencakup:
a.       Agensi (energi terarah pada tujuan)
b.      Jalan (rencana mencapai tujuan).
Dampak positif dari harapan berhubungan dengan akademis, olahraga, dan kesehatan fisik dan mental. Harapan memiliki dampak positif terhadap proses wirausaha. Studi dengan hasil survei menemukan indikasi bahwa harapan punya dampak positif yang kuat di tempat kerja maupun di luar tempat kerja. Dalam manajemen sumber daya manusia, harapan memainkan peranan penting dalam proses seleksi, terutama untuk jenis pekerjaan tertentu. Dipelajari dan dapat berubah, harapan dapat ditingkatkan dengan pelatihan dan pengembangan untuk meningkatkan kinerja dan retensi karyawan yang berharga bagi perusahaan.

2.2.3.      Kebahagiaan
Kebahagiaan didefinisikan sebagai sisi afektif seseorang (suasana hati dan emosi) dan evaluasi kehidupan mereka. Kebahagiaan juga banyak dikenal dalam psikologi positif.
Komponen-komponen kebahagiaan dapat diidentifikasi melalui:
a.       Kepuasan hidup. Penilaian global mengenai kehidupan seseorang.
b.      Kepuasan dengan domain yang penting. Contohnya mencangkup kepuasan kerja.
c.       Pengaruh positif. Pengalaman emosi dan suasana hati yang menyenangkan.
d.      Level pengaruh negatif yang rendah. Pengalaman emosi dan suasana hati yang sedikit tidak menyenangkan.
Selain optimisme dalam psikologi positif serta istilah harapan yang umum digunakan, teori dan penelitian psikologi lebih menyukai penggunaan istilah yang lebih tepat dan didefinisikan secara operasional, yakni subjective well-being atau SWB bukannya kebahagiaan yang dimana penggunaan SWB lebih ilmiah untuk mengistilahkan kebahagiaan.
Definisi dari SWB adalah sisi afektif seseorang (suasana hati dan emosi) dan evaluasi kognitif kehidupan mereka. Yang menggambarkan bagaimana mereka secara emosional menginterpretasikan dan secara kognitif memproses kejadian.
2.2.3.1. Latar belakang SWB
Sebagai bagian yang termasuk kriteria POB, SWB didasari dari kehidupan sosial yang mencerminkan kecenderungan akan apa yang membuat orang bahagia.  Penelitian mendapatkan bahwa hampir setiap orang menilai kabahagiaan lebih dari uang dan lebih mendasari pada proses yang mendasari kepuasan dalam hidup.
Diener dan rekan dalam penelitiannya mengidentifikasikan komponen-komponen untuk mengenali sifat komperehensif SWB Sebagai berikut :
-          Kepuasan Hidup. Penilaian global mengenai kehidupan seseorang
-          Kepuasan dengan domain yang penting. (contoh: kepuasan kerja)
-          Pengaruh positif. pengalaman emosi dan suasana hati yang menyenangkan
-          Level pengaruh negativf yang rendah. Pengalaman emosi dan suasana hati yang sedikit tidak menyenangkan.
2.2.3.2. Temperamen dan Disposisi Kepribadian
Kepribadian telah menjadi prediktor yang paling kuat dan konsisten pada SWB. Terdapat beberapa bukti predisposisi temperamen untuk SWB yakni beberapa orang mungkin punya kecenderungan genetik untuk menjdi bahagia atau tidak bahagia setelah perjuangan panjang. Ciri kepribadian disposisi seperti ekstroversi yang ternyata berhubungan dengan SWB positif dan neurotisisme berhubungan dengan SWB negatif. Selain ciri kepribadian ekstraversi meta analisis terbaru menemukan bahwa sifat menyenangkan juga memprediksikan SWB dengan kata lain pengaruh ciri kepribadian pada SWB mungkin berhubungan dengan lingkungan dan situasi tertentu di mana individu berada.
2.2.3.3. Peranan Tujuan
Penelitian mengenai SWB berhubungan dengan proses tujuan. Studi yang berimplikasi pada tempat kerja menemukan bahwa kemajuan dalam mencapai tujuan berhubungan dengan SWB dan memiliki sumber daya yang mendukung tujuan penting seseorang merupakan prediktor SWB yang lebih baik daripada memeiliki sumber daya yang kurang berhubungan dengan tujuan penting.
Seperti kebahagiaan, daya tahan, prestasi, dan kesehatan. Dalam psikologi positif, penelitian dan pembentukan teori pun bergeser dari apa yang buruk untuk seseorang misalnya, ketidakberdayaan, pesimisme, dan depresi menjadi apa yang baik untuk seseorang yakni optimism, kesehatan, dan sukses.
Seseorang akan merasa lebih baik saat membuat kemajuan terhadap tujuan yang sangat berharga daripada saat mereka berhasil mencapai tujuan yang kurang berharga. Cita-cita yang terlalu tinggi atau rendah mengganggu SWB yakni kecemasan pada hasil yang kurang baik atau buruk dan kebosanan pada hasil yang terlalu rendah. Dengan kata lain, seseorang dengan hanya mempunyai tujuan dan sumber daya untuk mengejar tujuan tersebut tidaklah cukup untuk menjamin kebahagiaan atau SWB.
2.2.3.4. Adaptasi dan Coping
Aliran ketiga dari penelitian mengenai SWB adalah adaptasi dan coping. Bahwa setiap orang beradaptasi dengan berbagai kondisi dengan cepat meskipun orang cenderung bereaksi keras terhadap kejadian baik atau buruk meski tergantung pada disposisi kepribadian mereka, mereka setiap waktu cenderung beradaptasi setiap waktu dan kembali pada tingkat SWB yang semula.
Strategi coping lebih proaktif daripada adaptasi dan beberapa strategi ternyata lebih efektif dimana berfokus pada masalah dan berhubungan dengan SWB positif.
Diener dan rekan menekankan bahwa memungkinkan hanya satu dari ketiga proses SWB yang diperlukan akan tetapi satu proses saja tidaklah cukup dimana proses disposisi kepribadian/genetika, tujuan, dan adaptasi/coping adalah saling melengkapi satu sama lain dan perlu diintegrasikan.
2.2.3.5. SWB Antar Budaya
SWB telah menyentuh maslah antarbudaya berbeda dengan konstruksi psikologi postif dan POB lainnya. Beberapa penemuan yang menarik dari sejumlah negara bahwa :
a.       Negara lebih kaya memiliki tingkat SWB lebih tinggi.
b.      Beberapa negara memiliki tingkat SWB yang tinggi dan rendah bahkan setelah variabel pendapatan dikontrol.
c.       Jepang mempunyai pendapatan tinggi tetapi SWB relatif rendah
d.      Negara berkembang dalam berbagai survey seperti China, India dan Nigeria tidak menunjukkan respons SWB rendah yang ditemukan dalam studi sebelumnya.
e.       Niliai SWB tidak meningkat selama bertahun-tahun di Negara yang telah disurvei secara berulang meskipun pendapatan meningkat pesat di Negara tersebut
f.       Berbagai variabel seperti penghargaan diri, referensi orang lain, pernikahan, dan dukungan sosial memiliki korelasi yang berbeda-beda dengan SWB tegantung jenis budaya negara
2.2.3.6. SWB di Tempat Kerja
Meski tidak termasuk dalam buku perilaku organisasi, pembahasan SWB secara khusus menyatakan pekerjaan dan tempat kerja sebagai salah satu domainnya dimana secara khusus SWB berkorelasi langsung dengan kepuasan kerja pada kepuasan hidup. Ditemukan bahwa SWB merupaka prediktor kepuasan kerja yang signifikan akan tetapi kepuasan kerja bukan prediktor SWB. Dengan demikian, diketahui bahwa orang yang puas dengan kehidupan mereka cenderung lebih puas dalam pekerjaan mereka.
Selain kepuasan kerja, pengangguran juga memperngaruhi. Studi statistik selama bertahun-tahun mengindikasikan bahwa secara khusus, pengangguran menyebabkan SWB rendah.

2.2.4.      Kecerdasan Emosi
Meskipun tidak secara langsung berhubungan dengan perilaku organisasi positif seperti optimisme, harapan, SWB, dan reseliensi, kecerdasan emosi semakin popular dan memenuhi kriteria untuk POB. Dimana kecerdasan emosi merupakan dua komponen yanki kecerdasan dan emosi. Kombinasi sinergi dua komponen ini menjadi konstruksi yang kuat dan positif untuk pemahaman dan aplikasi dalam perilaku organisasi.
2.2.4.1. Peran Emosi
Emosi memiiliki peranan penting dalam psikologi, dimana emosi selama bertahun-tahun menjadi variabel utama dalam studi psikologi. Emosi adalah bagaimana orang merasakan sesuatu. Perasaan emosional tersebut ditujukan pada seseorang atau sesuatu, dan tidak seluas istilah perasaan positif dan perasaan negatif mengenai kepribadian, serta lebih kuat dan spesifik dibandingkan istilah suasana hati.
Emosi merupakan reaksi terhadap sebuah objek dan bukan trait. Emosi ditujukan pada objek khusus berbeda dengan suasana hati yang reaksinya tidak diarahkan pada objek. Emosi dapat berubah menjadi suasana hati saat kehilangan fokus pada objek kontekstual.
2.2.4.2. Peranan Kecerdasan[3]
Kecerdasan memainkan peranan utama dalam psikolog, tetapi peranannya kecil dan hampir tidak ada dalam perilaku organisasi. Ratusan tahun lalu Alfred Binet menciptakan tes tertulis untuk mengukur intelligence quotient (IQ) pelajar di Paris yang kemudian oleh militer US menggunakan tes IQ sebagai proses rekruitmen hingga saat ini digunakan secara luas di sekolah dan bisnis. IQ di asumsikan sebagai kemampuan bawaan sejak lahir dan menjadi prediktor keberhasilan pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan.
2.2.4.3.Pengertian Kecerdasan Emosi
Peranan penting emosi dalam psikologi dan kecerdasan oleh Gardner merupakan titik awal kemunculan kecerdasan emosi. Pada awal 1990-an Peter Salovey dan John Mayer mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai “subset kecerdasan sosial yang mencakup kemampuan untuk memonitor perasaan dan emosi diri sendiri dan orang lain, membedakan emosi dan perasaan, dan menggunakan informasi tersebut untuk menuntun pemikiran dan tindakan” yang berorientasi pada teori dan penelitian. Tidak jauh berbeda dengan psikolog/jurnalis Daniel Goleman yang mendefinisikan kecerdasan emosional dengan pendekatan aplikasi popular bahwa kecerdasan emosional sebagai “kapasitas untuk mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, untuk memotivasi diri, dan untuk mengelola emosi diri sendiri dalam hubungannya dengan orang lain”.

2.2.5.      Percaya Diri Atau Efikasi Diri
Efikasi diri bersifat karakter, karena ia ditunjukan untuk tugas spesifik dan dapat dilatih dan dikembangkan.
Proses efikasi diri mempengaruhi fungsi manusia bukan hanya secara langsung. Tetapi juga mempunya pengaruh tidak langsung terhadap faktor lain. Secara langsung proses efikasi diri mulai sebelum individu  memilih pilihan mereka dan mengawali  usaha mereka. Yang pertama, orang cenderung mempertimbangkan, mengevaluasi, dan mengintegrasikan informasi mengenai kapabilitas yang dirasakan. Langkah awal dari proses tersebut tidak begitu berhubungan dengan kemampuan atau sumber individu, tetapi lebih pada bagaimana mereka menilai atau meyakini bahwa mereka dapat menggunakan kemampuan dan sumber mereka untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Selanjutnya, evaluasi atau presepsi menghasilkan harapan atas efikasi personal yang pada gilirannya menentukan :
1.      Keputusan  untuk menampilkan tugas tertentu dalam konteks ini
2.      Sejumlah usaha yang akan dilakukan untuk menyelesaikan tugas.
3.      Tingkat daya tahan yang akan muncul (selain masalah), tidak sesuai dengan bukti dan kesulitan yang dihadapai.
Efikasi diri secara langsung mempengaruhi :
a.       Pemilihan  perilaku.  (Misalnya  dibuat  berdasarkan  bagaimana  efikasi  yang dirasakan seseorang terhadap pilihan seperti tugas pekerjaan atau bidang karir).
b.      Usaha motivasi. (Misalnya orang mencoba lebih keras dan berusaha melakukan tugas dimana efikasi diri mereka lebih tinggi daripada mereka yang memiliki efikasi rendah).
c.       Daya tahan (Misalnya orang dengan efikasi diri tinggi akan bangkit, bertahan saat menghadapi masalah atau kegagalan, sementara orang dengan efikasi diri rendah cenderung menyerah saat muncul rintangan).




BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dasar dari perilaku organisasi positif atau yang biasa disingkat POS adalah perwakilan dari cara berfikir, orientasi nilai, dan bentuk penelitian organisasi. POS berfokus pada dinamika organisasi yang memimpin kepada perkembangan kekuatan manusia, memacu vitalitas perkembangan dan kemajuan pekerja/karyawan perusahaan yang memungkinkan resiliensi dan restorasi, dan mengelola kinerja individu dan organisasi secara luar biasa. Penekanan pengertian ini sejalan dengan gerakan baru dalam psikologi yang berubah yang semula dari fokus tradisional yakni beberapa perihal yang kurang baik seperti deviansi, abnormalitas, dan terapi menjadi psikologi positif yang berfokus pada kekuatan manusia, kebaikan, pengaruh positif, dan apa yang membuat hidup menjadi berharga. Ilmu organisasi positif membahas sisi positif dari kinerja organisasi.
Psikologi positif dimulai dengan mengubah penekanan dari hal yang tidak berharga dalam hidup menjadi studi dan pemahaman terbaik dalam hidup. Tujuan psikologi positif adalah menggunakan metodologi ilmiah untuk menemukan dan mempromosikan faktor-faktor  yang memungkinkan individu, kelompok, organisasi dan komunitas berkembang. Hal ini berhubungan dengan memfungsikan manusia secara optimal, bukannya menfungsikan manusia patologis.
Kriteria Perilaku Organisasi Positif :
a.       Optimisme
b.       Harapan
c.       Kebahagian
d.      Kecerdasan Emosi
e.       Percaya Diri Atau Efikasi Diri



DAFTAR PUSTAKA

L.Nelson ,Debra & L.Cooper, Cary, Positive Organizational Behavior, Sage, California: 2007
https://tengakarta.files.wordpress.com/ Diakses pada 7 November 2016, pukul 17:56
Seligman, Martin, Flourish: A Visionary New Understanding of Happiness and Well-Being,  (New York: 2011)




[1] Debra L.Nelson & Cary L.Cooper, Positive Organizational Behavior, Sage, California: 2007, hal. 3.
[2] Martin Seligman, Flourish: A Visionary New Understanding of Happiness and Well-Being,  (New York: 2011) hal : 5
[3]https://tengakarta.files.wordpress.com/ Diakses pada 7 November 2016, pukul 17:56

Tidak ada komentar:

Posting Komentar