Senin, 27 Februari 2017

Ekonomi SDM dan Ketenagakerjaan: (KONSEP KERJA DALAM ISLAM)

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Tidak ada siapa yang akan mempertikaikan jika ada yang mengatakan bahawa setiap orang mahu bekerja atau mendapatkan pekerjaan untuk menjamin kehidupannya. Kalau kita ambil contoh dari golongan belia, baik yang berpelajaran menengath atau tinggi sama ada mereka yang gagal dan tidak pernah bersekolah langsung, semuanya bercita-cita untuk mendapat pekerjaan atau boleh bekerja bagi menampung keperluan hidupnya sendiri atau keluarganya.
Adakah bekerja itu boleh dipandang sebagai suatu kewajipan atau tanggungjawab yang mempunyai tujuan yang lebih luas? Tetapi apakah yang bekerja itu hanya sekadar untuk menampung dan menjamin kehidupan di dunia ini. Soalan ini perlulah kita jawab dengan memahami konsep kerja menurut pandangan Islam.
Tenaga kerja sebagai faktor produksi mempunyai arti yang besar. Karena semua kekayaan alam tidak berguna bila tidak dieksploitasi oleh manusia dan diolah oleh buruh. Alam telah memberikan kekayaan yang tidak terhitung, tetapi tanpa usaha manusia semua akan tersimpan. Banyak Negara di Asia Timur, Timur Tengah, Afrika dan Amerika Selatan yang kaya akan sumber alam tapi karena mereka belum mampu menggalinya maka mereka tetap miskin dan terbelakang, oleh karena itu disamping adanya sumber alam juga harus ada rakyat yang bekerja sungguh-sungguh, tekun dan bijaksana agar mampu mengambil sumber alam untuk kepentingannya.
tersebutdalam surat Al Anfaal:



 عَلِيمٌسَمِيعٌ اللَّهَ وَأَنَّ بِأَنْفُسِهِمْ مَا يُغَيِّرُوا حَتَّىٰ قَوْمٍ عَلَىٰ أَنْعَمَهَا نِعْمَةً مُغَيِّرًا يَكُ لَمْ اللَّهَ بِأَنَّ ذَٰلِكَ 
Artinya: “Demikian itu karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah dianugerahkan terhadap suatu kaum hingga kaumitu merubah apa yng ada pada mereka sendiri dan sesungguhnyaAllah Maha Mendengar Lagi Maha Mengetahui”. Al Anfaal:53)















BAB II
PEMBAHASAN

A.    kerja dalam islam
Kita hidup di dunia ini tentu tidak terlepas dari satu kata yang namanya "bekerja", dalam bahasa Arab disebut عمــل. Kata tersebut mengandung arti yang begitu luas diantaranya beramal, bekerja, berbisnis, perbuatan dst. Kata yang selalu kita lakukan setiap saat dalam kehidupan ini dengan segala permasalahannya terkadang melupakan kita kepada makna hakiki dalam bekerja itu sendiri. Dengan bekerja dan berusaha kita bisa mendapatkan timbal balik berupa secuil materi yang dapat mencukupi keperluan diri sendiri dan keluarga. Harus diakui bahwa dalam benak kita sudah tertanam konsep bahwa dengan bekerja atau berbuat sesuatu harus ada imbalan materi yang sesuai dengan usaha dan pekerjaan kita tanpa mempertimbangkan pihak lain yang menilai usaha atau pekerjaan kita. Yang perlu kita cermati adalah Firman Allah Swt dalam surat At-Taubah ayat 105:
Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.
Dalam ayat tersebut selain diri kita ternyata ada tiga unsur yang melihat, menilai dan menentukan amal perbuatan atau pekerjaan kita.Yaitu: Yang pertama Allah Swt sebagai Khaliq yang menciptakan kita sehingga Dialah Dzat Yang Maha Melihat segala bentuk pekerjaan fisik dan  hati dan paling layak menilai kita, sehingga Dia juga yang nantinya akan menentukan besar kecilnya balasan yang pantas kita terima baik di dunia maupun di akhirat kelak. Yang kedua Rasulullah Saw sebagai utusan Allah yang juga akan menilai amal perbuatan atau pekerjaan kita yang juga nantinya turut bersaksi di hadapan Allah Azza waJalla. Yang ketiga Orang-orang mukmin/orang lain juga akan melihat dan menilai pekerjaan-pekerjaan kita sehingga memberikan reward yang sesuai dengan pekerjaan kita di dunia dan turut bersaksi tentang amal ibadah kita dihadapan Allah kelak di akherat.
kebudayaan kerja Islami bertumpu pada akhlaqul karimah umat Islam akan menjadikan akhlak sebagai energi batin yang terus menyala dan mendorong setiap langkah kehidupannya dalam koridor jalan yang lurus. Semangat dirinya adalah minal Allah, fi sabilillah, (dari Allah, dijalan Allah, dan untuk Allah).
ü  Kewajiban mencari rezeki yang halal:
طَلَبُ اْلحَلاَ لِ فَرِيْضَةً بَعْدَ اْلفَرِيْضَةِ
“Bekerja mencari yang halal itu suatu kewajiban sesudah kewajiban beribadah”. (HR. Thabrani dan Baihaqi.)    
ü  Ancaman terhadap orang yang tidak mau bekerja mencari yang halal
أَشَدُّ االنَّاسِ حَسْرَةٍ يَوْمَ اْلقِيَا مَةِ رَجُلُ كَسَبَ مَالاً مِنْ غَيْرُ حِلَّةٍ فَذَ خَلَ  بِهِ النَّارَ
 “Orang yang paling rugi di hari kiamat kelak adalah orang yang mencari harta secara tidak halal, sehingga menyebabkan ia masuk neraka”.  (HR. Bukhari)

pekerjaan dalam Islam meliputi empat hal yaitu :
1.      Memenuhi kebutuhan sendiri
Islam sangat menekankan kemandirian bagi pengikutnya. Seorang muslim harus mampu hidup dari hasil keringatnya sendiri, tidak bergantung pada orang lain.  Hal ini diantaranya tercermin dalah hadist berikut :
عن أبي عبد الله الزبير بن العوام رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لأن يأخذ أحدكم أحبله ثم يأتي الجبل، فيأتي بحزمةٍ من حطبٍ على ظهره فيبيعها، فيكف الله بها وجهه، خيرٌ له من أن يسأل الناس،أعطوه أو منعوه. رواه البخاري.
Dari Abu Abdillah yaitu az-Zubair bin al-Awwam r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Niscayalah jikalau seseorang dari engkau semua itu mengambil tali-talinya – untuk mengikat – lalu ia datang di gunung, kemudian ia datang kembali – di negerinya – dengan membawa sebongkokan kayu bakar di atas punggungnya, lalu menjualnya,kemudian dengan cara sedemikian itu Allah menahan wajahnya – yakni dicukupi kebutuhannya, maka hal yang semacam itu adalah lebih baik baginya daripada meminta-minta sesuatu pada orang-orang, baik mereka itu suka memberinya atau menolaknya.” (Riwayat Bukhari)
Rasullullah memberikan contoh kemandirian yang luar biasa, sebagai pemimpin nabi dan pimpinan umat Islam beliau tak segan menjahit bajunya sendiri, beliau juga seringkali turun langsung ke medan jihad, mengangkat batu, membuat parit, dan melakukan pekerjaan-pekerjaan lainnya.
Para sahabat  juga memberikan contoh bagaimana mereka bersikap mandiri, selama sesuatu itu bisa dia kerjakan sendiri maka dia tidak akan meminta tolong orang lain untuk mengerjakannya. Contohnya, ketika mereka menaiki unta dan ada barangnya yang jatuh maka mereka akan mengambilnya sendiri tidak meminta tolong lain.
2.      Memenuhi kebutuhan keluarga             
Bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang menjadi tanggungannya adalah kewajian bagi seorang muslim, hal ini bisa dilihat dari hadist berikut :
قال رسول الله(صلى الله عليه وسلم):” كفى بالمرء إثماً أن يضيع من يقوت” رواه أحمد وأبو داود وصححه الحاكم وأقره الذهبي من حديث عبدالله ابن عمرو بن العاص
                                                           
Rasulullah saw bersabada, “Cukuplah seseorang dianggap berdosa jika ia menelantarkan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya”. (HR. Ahmad, Abu Daud dan al-Hakim)
Menginfaqkan harta bagi keluarga adalah hal yang harus diutamakan, baru kemudian pada lingkungan terdekat, dan kemudian lingkungan yang lebih luas.

3.      Kepentingan seluruh makhluk
Pekerjaan yang dilakukan seseorang bisa menjadi sebuah amal jariyah baginya, sebagaimana disebutkan dalam hadist berikut :

 Dari Anas, Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah seorang mukmin menanam tanaman, atau menabur benih, lalu burung atau manusia atau hewan pun makan darinya kecuali pasti bernilai sedekah baginya”. (HR Bukhari)
Dalam era modern ini banyak sekali pekerjaan kita yang bisa bernilai sebagai amal jariyah. Misalnya kita membuat aplikasi atau tekhnologi yang berguna bagi umat manusia. Karenanya umat Islam harus cerdas agar bisa menghasilkan pekerjaan-pekerjaan yang bernilai amal jariyah.
4.      Bekerja sebagai wujud penghargaan terhadap pekerjaan itu sendiri
Islam sangat menghargai pekerjaan, bahkan seandainya kiamat sudah dekat dan kita yakin tidak akan pernah menikmati hasil dari pekerjaan kita, kita tetap diperintahkan untuk bekerja sebagai wujud penghargaan terhadap pekerjaan itu sendiri. Hal ini bisa dilihat dari hadist berikut :
عن أنس رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ” إن قامت الساعة و في يد أحدكم فسيلة فإن استطاع أن لا تقوم حتى يغرسها فليغرسها".
Dari Anas RA, dari Rasulullah saw, beliau bersabda, “Jika hari kiamat terjadi, sedang di tanganmu terdapat bibit tanaman, jika ia bisa duduk hingga dapat menanamnya, maka tanamlah “ (HR Bukhari dan Muslim.

B.     Tujuan dan Bentuk Kerja
Bekerja bagi umat Islam tentu tidak hanya dilandasi oleh tujuan-tujuan yang bersifat duniawi belaka. Lebih dari itu, bekerja adalah untuk beribadah. Bekerja akan memberikan hasil. Hasil inilah yang memungkinkan kita dapat makan, berpakaian, tinggal di sebuah rumah, memberi nafkah keluarga, dan menjalankan bentuk-bentuk ibadah lainnya secara baik.
“Bahwa Allah sangat mencintai orang-orang mukmin yang suka bekerja keras dalam usaha mencari mata pencaharian”. (HR. Tabrani dan Bukhari)
“Dari ‘Aisyah (istri Rasulullah), Rasulullah Saw bersabda : “Seseorang bekerja keras ia akan diampuni Allah”. (HR. Tabrani dan Bukhari.)
Bekerja dapat dikategorikan sebagai ibadah apabila kita mendahuluinya dengan niat yang kuat untuk kemaslahatan.
Kerja yang dinilai ibadah dapat dilihat dari tujuanya:
1.      Bekerja untuk diri sendiri. Bekerja untuk menjaga kehormatan diri supaya tidak meminta-minta kepada orang lain. Jika kita bekerja untuk mencukupi kebutuhan diri (supaya mandiri), maka kerja kita termasuk sebagai ibadah di sisi Allah.
2.      Bekerja untuk keluarga. Bagi seseorang yang bekerja keras untuk menghidupi keluarganya, maka ia termasuk berada di jalan Allah SWT, seperti yang disinggung Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Salam dalam hadits di atas. Maka, kesungguhan Anda dalam bekerja dinilai sangatlah penting agar kebutuhan keluarga tercukupi dan demi kemakmuran keluarga.
3.      Bekerja untuk masyarakat. Setelah berkontribusi untuk diri sendiri dan keluarga, tingkatan bekerja selanjutnya adalah bekerja untuk melayani masyarakat. Apa yang dia kerjakan, akan membawa manfaat bagi masyarakat. Hakikatnya, kita bekerja untuk memberikan manfaat bagi orang lain. Oleh karena itu, bekerja sebaik-baiknya untuk masyarakat dapat dinilai sebagai ibadah.
4.      Bekerja untuk memakmurkan bumi Allah SWT. Orang mukmin akan tetap berpikir bagaimana caranya untuk bekerja, agar dirinya bisa bermanfaat bagi orang lain dan bagi kemakmuran bumi Allah. Oleh karena itu, pekerjaan yang dilakukan dengan tujuan untuk memakmurkan bumi Allah akan senantiasa diberkahi dan bernilai ibadah.[1]
C.           Kerja dan Tanggung Jawab
Sehubungan dengan kerja dan tanggung jawab, rasulullah saw. pernah menegaskan , “masing-masing kamu adalah pengembala, dan setiap pengembala bertanggung jawab atas gembalaannya....”. dalam hadits tersebut dapat dipahami bahwa Allah memberikan tanggung jawab kepada manusia sebagai khalifah di bumi.
Bekerja demi terselenggaranya “ma’isyah” atau penghidupan yang baik merupakan kewajiban. Keharusan kerja bagi manusia mencapai tingkat “tugas istimewa” hingga keengganan mereka untuk bekerja bukan sekedar maksiat yang merugikan orang yang bersangkutan saja. Kerja disukai oleh Allah dan Rasul-Nya bila kerja itu dilaksanakan sungguh-sungguh dilandasi niat mencari ridho-Nya.
D.           Hukum Bekerja dan Beretos Kerja Tinggi
Terdapat sejumlah firman Allah yang berkaitan dengan perintah bekerja kepada orang-orang yang beriman, antara lain, “Dia yang menjadikan bumi mudah bagimu, maka berjalanlah ke berbagai penjuru bumi dan makanlah sebagian dari rizki Allah...” (QS. Al-Mulk/67:15). Ayat ini mengandung perintah langsung agar manusia giat bekerja dan menghindari bermalas-malasan. Bekerja untuk memperoleh rizki guna menunaikan nafkah keluarga adalah sebuah amanah yang harus ditunaikan.
Berdasarkan kaidah syar’iyyah, “sesuatu amal wajib yang tidak tertunaikan, tidak sah tanpa dilakukannya sesuatu itu, konsekuensi logisnya sesuatu itu ikut menjadi wajib hukumnya”. Dengan demikian, bekerja guna memenuhi kebutuhan anak dan keluarga sebagaimana tersebut di atas hukumnya pun menjadi wajib, kalau tanpa kerja, amanah berupa anak dalam keluarga akan terlantar, amanah itu lalu tidak dapat dipenuhi sebagimana mestinya. Islam menempatkan posisi kerja pada posisi sentral yang berhubungan erat bahkan tidak terpisahkan dari keimanan. Dengan demikian, hukum bekerja dalam islam adalah setara dengan wajib, manakala sesuatu yang mensyaratkan merupakan sesuatu yang hukumnya wajib.
E.     Kelayakan terhadap Karyawan
a.         Sistem Kompensasi 
Menurut Siagian (2000) sistem imbalan yang baik adalah sistem yang mampu menjamin kepuasan para anggota organisasi yang pada gilirannya memungkinkan orgnasisasi memperoleh, memelihara dan mempekerjakan sejumlah orang yang dengan berbagai sikap dan perilaku positif bekerja dengan produktif bagi kepentingan organisasi. 
Menurut Irawan (2000) Ada tiga sistem kompensasi yang dikenal, yaitu sistem waktu, sistem prestasi dan sistem kontrak. Pada sistem waktu, kompensasi dibayar dalam waktu atau periode tertentu, seperti harian, mingguan atau bulanan. Dalam sistem ini sudah ada ketentuan atau ketetapan dari perusahaan yangbersangkutan mengenai besarnya kompensasi yang akan diterima oleh para karyawan dalam tiap periodenya. 
Dalam sistem prestasi, kompensasi karyawan dibayar oleh perusahaan sesuai dengan tingkat prestasinya atau tingkat produktifitas kerja. Biasanya diukur dari berapa unit/ besar/ panjang/ helai/ berat yang dihasilkan oleh karyawan dalam waktu yang telah ditentukan itulah yang dibayar oleh perusahaan. 
Sedangkan dalam sistem kontrak, antara pihak perusahaan dengan calon karyawan diadakan perjanjian kontrak mengenai bentuk pekerjaan, besarnya kompensasi yang diterima, waktu pekerjaan, sanksi dan lain-lain. Jadi masing-masing pihak terikat oleh perjanjian kerja yang mereka buat bersama oleh karena itu mereka wajib melaksanakan dan tidak boleh mengingkari terhadap apa yang telah mereka sepakati dalam perjanjian kerja tersebut. 
Menurut penulis dari ketiga sistem kompensasi tersebut, sistem prestasilah yang paling bijaksana untuk diterapkan di perusahaan, karena sistem ini memenuhi prinsif keadilan dan kelayakan. Sispa pekerja yang tingkat produktifitas kerjanya tinggi maka ia akan mendapat kompensasi yang tinggi pula. Sebaliknya pekerja yang tingkat produktifitasnya rendah akan dapat kompensasi yang rendag pula. Namun bukan berarti sistem ini tidak punya kelemahan. Tetap saja ada segi-segi negatifnya, contohnya terhadap pekerja yang sakit atau cuti maka mereka tidak akan mendapat kompensasi dari perusahaan karena produktifitas kerjanya nihil. 
b.      Faktor-Faktor Penentu Besarnya Kompensasi 
Menyangkut besar kecilnya kompensasi yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawannya biasanya ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu : 
1.    Ketersediaan dana perusahaan. 
Perusahaan harus bersikap terbuka mengenai kondisi keuangan perusahaan. Kalau untung katakan untung kalau rugi katakan rugi. Sebab untuk apa ditutup-tutupi sebab karyawan sekarang sudah pada kritis yang mampu menghitung kondisi keuangan perusahaan. 
2.    Keberadaan serikat buruh. 
Keberadaan serikat buruh akan membuat posisi buruh menjadi kuat. Mereka dapat menyampaikan segala tuntutannya melalui lembaga ini. Dan pihak perusahaan jangan sampai mengabaikan mereka. Sebab biasanya mereka sangat gigih memperjuangkan apa yang menjadi hak-haknya. 
3.    Produktifitas kerja karyawan. 
Semakin tinggi tingkat produktifitas karyawan maka akan semakin tinggi pula tingkat kompensasi yang diterima oleh karyawan dari perusahaan. 
4.    Pendidikan dan pengalaman karyawan. 
Semakin tinggi pendidikan dan pengalaman yang dimiliki oleh karyawan maka semakin besar kompensasi yang harus diberikan perusahaan kepada mereka. 
5.    Biaya hidup. 
Idealnya besarnya kompensasi yang diterima oleh karyawan dapat memenuhi kebutuhan sandang dan pangan mereka dan keluarganya. Oleh karena itu kenaikan biaya hidup harus diimbangi oleh naiknya kompensasi yang diterima karyawan. 
6.    Kebijakan pemerintah. 
Pemerintah biasanya mengeluarkan kebijakan mengenai masalah ketenagakerjaan, khususnya masalah besarnya kompensasi. Seperti penentuan besarnya UMR pada tiap-tiap daerah.
c.    Dampak Pemberian Kompensasi 
Apakah sistem kompensasi yang adil merupakan keharusan? ya. Jika organisasi ingin bergerak dengan kemampuan sepenuhnya yang digerakkan oleh individu/manusia didalamnya, sistem kompensasi yang adil sudah harus menjadi keharusan/kewajiban utama.
Apa saja yang bisa diperoleh organisasi dengan sistem kompensasi yang adil? berikut adalah keuntungannya : 
Ø Sistem kompensasi tersebut mampu diaplikasikan ke dalam setiap tingkat jabatan di dalam organisasi. 
Ø Sistem memberikan keseimbangan kerja dan kehidupan(work-life balance). Sistem tidak memberikan hukuman kepada karyawan untuk sesuatu yang diluar kendali, dan juga tidak akan mengeksploitasi karyawan. 
Ø Sistem kompensasi akan meningkatkan moral kerja karyawan, produktifitas dan kerjasama antar karyawan, selain memberikan kepuasan kepada karyawan. 
Ø Sistem kompensasi yang adil membantu manajemen dalam memenuhi dan menghadapi aksi karyawan. 
Ø Sistem kompensasi yang adil membantu penyelesaian yang memuaskan kedua pihak bila terjadi selisih antara serikat pekerja dan manajemen. 
Ø Sistem kompensasi yang adil memberikan dorongan dan kesempatan bagi karyawan untuk berkinerja dan memberikan hasil lebih baik dari sebelumnya. 
Ø Sistem kompensasi yang didesain dengan adil dan baik, memberikan dampak positif dalam efisiensi dan hasil kerja setiap karyawan/individu di dalamnya. 
Ø Sistem kompensasi yang adil mendorong karyawan untuk memberikan kinerja melebihi standar normal .
Ø Sistem kompensasi yang adil membantu proses evaluasi jabatan (Job Evaluation), yang lebih realistis dan dapat dicapai (achievable). 
Melihat keuntungan besar dari sistem kompensasi yang adil seperti uraian diatas, maka sudah menjadi keharusan bagi organisasi, baik skala kecil sampai besar untuk dapat menerapkan sistem kompensasi yang adil bagi karyawannya. 





BAB III
PENUTUP
A.      KESIMPULAN
tenaga kerja adalah segala usaha dan ikhtiar yang dilakukan oleh anggota badan atau fikiran untuk mendapatkan imbalan yang pantas. tenaga kerja adalah segala usaha dan ikhtiar yang dilakukan oleh anggota badan atau fikiran untuk mendapatkan imbalan yang pantas.
Bekerja bagi umat Islam tentu tidak hanya dilandasi oleh tujuan-tujuan yang bersifat duniawi belaka. Lebih dari itu, bekerja adalah untuk beribadah. Bekerja akan memberikan hasil. Hasil inilah yang memungkinkan kita dapat makan, berpakaian, tinggal di sebuah rumah, memberi nafkah keluarga, dan menjalankan bentuk-bentuk ibadah lainnya secara baik.
Dalam Firman Allah Swt dalam surat At-Taubah ayat 105 telah ditegaskan dalam hal bekerja:
Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.






DAFTAR PUSTAKA

Ali-Sumanto Alkindi, Bekerja Sebagai Ibadah: Konsep Memberantas Kemiskinan, Kebodohan dan Keterbelakangan Umat, CV.  Aneka, Solo, 1997
Dalizar Putra, Hak Asasi Manusia menurut Al-Quran, PT Al-Husna Zikra, Jakarta 1955
Drs. M. Thalib, Pedoman Wiraswasta dan manajemen Islami, CV. Pustaka Mantiq, Solo, 1992
Harun Nasution dan Bahtisr Effendi, Hak Asasi Manusia dalam Islam, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1987
KH. Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 2002
M. Luqman Hakim,  Deklarasi Islam tentang HAM, Risalah Gusti, Surabaya, 1993






Tidak ada komentar:

Posting Komentar